LUWUK ( KOTA )

Luwuk adalah ibukota Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah yang berjarak ± 607 km dari Kota Palu yang dapat ditempuh selama ± 14jam dari Palu[rujukan?]. Kota Luwuk mempunyai moto "Luwuk Berair" dengan arti kota yang "Bersih - Aman - Indah dan Rapi". kota luwuk di domisili dengan semua auku yang ada di indonesia, jadi unutk pergaulan bisa lebih cepat beradaptasi Sedikit dataran rendah yang terdapat di bibir pantai menjadi sentra kota, pemerintahan dan pemukiman penduduk. Sedangkan tak jauh di belakang kota adalah dataran tinggi / pegunungan yang hijau dan subur. Kondisi geografis ini membuat kota Luwuk tampak unik, memanjang menyusuri pantai.


Fasilitas
1. Fasilitas Bandar Udara Bubung (sekarang nama Bandara sudah diganti nama Raja Banggai, yaitu Syukuran Aminuddin Amir) yang dilayani oleh Merpati Air, Batavia Air dengan pesawat Boeing 737-200/300 (Luwuk-Makassar pp), Casa-212 (Luwuk-Manado pp), Express Air ( Manado - Luwuk - Palu - Buol pp)
2. Fasilitas Pelabuhan container dan penumpang di Teluk Lalong yang saat ini dilayani oleh pelayaran Mentari (Sby-Lwk), pelayaran Tanto (Sby-Ternate-Gorontalo-Lwk), dan kapal penumpang Pelni
3. Fasilitas transportasi darat baik angkutan barang dan penumpang dengan rute Lwk-Palu pp, Lwk-Mks pp dan Lwk-Mdo pp
4. Fasilitas komunikasi berupa telepon seluler yang telah dilayani oleh Telkomsel, Indosat dan Telkom Flexy
5. Fasilitas Telkomnet Instan , Speedy, Internet yang mulai menjamur, Good for IT penetration
6. Fasilitas perbankan yang dilayani oleh Bank Mandiri, BNI, BRI, Danamon, Panin, Bank Sulteng, dan Mandiri Syariah
7. Surat Kabar harian Luwuk Pos
8. Kompleks Ruko Luwuk Trade Center dan Luwuk Shopping Mall (Sedang dalam pembangunan)

Penduduk

Suku asli kota Luwuk yakni suku Balantak, Saluan, dan Banggai (sebelum banggai menjadi kabupaten sendiri) biasa disingkat Babasal. Mereka dapat berinteraksi dan berbagi dengan suku pendatang seperti Gorontalo, Makassar-Bugis(Sulsel), Jawa, Buton-Muna-Raha(Sultra), Mori(Poso), Kaili(Palu dan sekitarnya), Manado dan Tionghoa.

“Jurnalisme” Setengah Hati

Belakangan di kalangan wartawan marak dibicarakan gagasan untuk menceraikan infotainmen dari kategori jurnalisme. Gagasan ini muncul menanggapi banyaknya keberatan masyarakat atas praktek profesi pekerja (bukan wartawan) infotainmen.

Dari seorang penulis milis jurnalisme di Yahoogroup, saya menangkap ada suatu perbedaan yang agak mendasar mengenai cara kerja jurnalisme dan praktek sebagian (artinya tidak seluruh) pekerja infotainmen.

Jurnalisme merupakan cabang ilmu yang bertujuan menyajikan fakta dengan cara-cara pencarian fakta (peliputan) yang tidak boleh menyalahi norma dan aturan. Jika Anda seorang wartawan, hendak mewawancarai narasumber, di mana pun dan kapan pun, Anda harus memastikan bahwa narasumber Anda tahu bahwa mereka tengah berhadapan dengan jurnalis yang sedang bekerja. Sebagai wartawan Anda punya hak untuk mengajukan pertanyaan secara sopan.

Ketika wartawan bekerja, ia memiliki kriteria acuan sehingga bisa menentukan topik mana yang bisa diliput dan topik mana yang tidak. Dalam elemen jurnalisme dikatakan bahwa loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat. Seorang wartawan, ketika bekerja, tidak hanya bertanggung jawab pada pimpinannya, namun ada tanggung jawab moral yang lebih besar yaitu kepada masyarakat luas. Maka seorang wartawan, di satu sisi boleh bekerja menggunakan instingnya, namun di sisi lain harus selalu bertanya, apa manfaatnya bagi masyarakat.

Maka ketika seorang wartawan berhadapan dengan narasumber, katakan seorang pengusaha yang kebetulan tengah mengalami goncangan rumah tangga, boleh bertanya mengenai hal-hal terkait usahanya, namun tidaklah pas jika ia membuat liputan mengenai goncangan yang dihadapi keluarga pengusaha tersebut. Karena secara prinsip, jurnalisme boleh mewartakan hal-hal positif namun harus berhati-hati ketika mewartakan hal-hal negatif. Sebuah keluarga yang bahagia, bisa menjadi berita, dengan harapan agar keluarga lainnya terinspirasi oleh kesuksesan keluarga tersebut meraih kebahagiaannya. Namun keluarga yang tengah mengalami goncangan tidak boleh dijadikan berita, karena pemberitaan bisa jadi memperparah perpecahan dalam keluarga tersebut. Selain itu pemberitaan mengenai keluarga yang tengah mengalami perpecahan juga bisa menjadi “inspirasi” bagi perpecahan keluarga lainnya. Nah jika ini terjadi, apakah si wartawan mau bertanggung jawab?

Ketika seorang wartawan hendak mewawancarai narasumber, si wartawan memberikan tawaran bebas bagi narasumbernya. Artinya narasumber berhak untuk menolak wawancara atau menolak berkomentar dengan alasan apa pun. Ketika seorang wartawan hendak menulis berita mengenai dugaan perilaku negatif yang dilakukan seseorang, maka wartawan wajib bertanya pada orang tersebut, benar atau tidak dugaan tersebut. Karena setiap orang punya hak untuk membela diri. Perkara orang tersebut tidak mau berkomentar, itu urusan dia. Yang penting wartawan telah memberi kesempatan.

Sekarang bagaimana dengan infotaimen. Jika 10 orang mengatakan bahwa si A mencuri, apakah si A benar-benar mencuri? Belum tentu. 10 orang yang mengatakan tidaklah menunjukkan fakta. Berita si A mencuri masih merupakan rumor. Namun ini berbeda dengan prinsip infotaimen. Bisa jadi mereka berkilah bahwa hanya meluruskan kabar berita. Jika prinsip ini dipakai, maka ada terlalu banyak rumor yang harus ditanggapi. Celakanya, bisa jadi pekerja infotainmen kemudian menciptakan rumor sehingga bisa menjadi bahan liputan.

Ketika mewawancarai narasumber, bisa jadi pekerja infotaimen menyatakan bahwa mereka bekerja untuk memenuhi keingintahuan masyarakat. Pertanyaannya masyarakat yang mana. Masyarakat yang membutuhkan? Apakah masyarakat butuh berita mengenai persoalan rumah tangga artis? Mungkin pekerja infotaimen berkilah bahwa yang penting laku di jual. Lalu apa bedanya dengan penjual narkoba? Artinya ketika kita bekerja dengan informasi, kadang kita harus bertanya, apakah karya saya memberi manfaat positif bagi masyarakat.

Beberapa waktu yang lalu seorang artis marah-marah di jejaring sosial karena ia kesal pada pekerja infotainmen yang ingin minta komentar. Seorang wartawan ketika bekerja memang kadang mengganggu jadwal kegiatan narasumber. Tapi ketika narasumber merasa belum bisa memberi waktu untuk wawancara, atau belum siap dengan jawaban, ia tidak boleh dipaksa. Narasumber harus berada pada posisi bebas ketika memberi komentar.

Jika infotainmen dipisahkan dari jurnalisme, maka akan ada beberapa konsekuensi. Konsekuensi tersebut tentu akan berdampak negatif terhadap infotainmen. Pertama, pekerja infotainmen akan kehilangan kartu pers. Implikasinya, akses terhadap narasumber akan terbatas, karena ia akan diperlakukan sama seperti warga masyarakat lain. Kedua, siaran infotainmen tidak akan bisa mengelak dari status bebas sensor. Saya tidak tahu apakah selama ini setiap acara di televisi non berita wajib melalui proses sensor. Namun, dengan lepasnya infotainmen dari kelompok jurnalisme, jika ada yang minta, sebuah acara infotainmen bisa saja dikenai wajib sensor.

Tuntutan menceraikan infotainmen dari kelompok jurnalisme merupakan puncak dari kekecewaan sebagian masyarakat dan sebagian jurnalis. Sebagian masyarakat kecewa karena infotainmen kadang terlalu jauh masuk ke area privat domain (urusan pribadi). Sebagian masyarakat mungkin juga kecewa dengan perilaku pekerja infotainmen yang nampaknya tidak memiliki etika dan hanya sekedar mengejar setoran. Sebagian jurnalis nampaknya juga keberatan, karena aksi-aksi pekerja infotainmen, yang mungkin mengaku sebagai wartawan, bisa merusak citra kewartawanan. Akibatnya, wartawan ikut-ikutan tercap negatif seperti pekerja infotainmen.

Oleh karena itu, sangat masuk akal jika ada tuntutan untuk menceraikan infotainmen dari
kelompok jurnalisme.

Media Komunikasi dan Kehumasan

Pengertian dan Ruang Lingkup Publik Humas
Pengenalan khalayak, audience atau publik dari pengertian public (dalam bahasa Inggris) lebih relevan untuk memahami struktur publik karena relevan dengan konteks public relations (humas).

Pengenalan bentuk publik lebih dipahami pula dalam konteks sasaran organisasi tertentu baik komersial dan nonkomersial dalam hubungan dengan publiknya: publik internal dan publik eksternal.

Pemahaman struktur publik yang lebih menyeluruh adalah dari segi manajemen humas yang mengelola hubungan organisasi dan publik internal maupun publik eksternal, yang meliputi enam unsur.

Pakar humas, Frank Jefkins mengemukakan ada delapan publik utama dari kelompok orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi baik secara internal maupun eksternal. Dikemukakan pula mengapa suatu organisasi harus mengenali publik organisasinya dengan memahami empat alasan penting. Alasan ini membawa konsekuensi dan membebani pelaksana humas bila tidak mengantisipasi ciri publik itu. Peranan opini (sikap publiknya) diutamakan dalam memperoleh dukungan publik tertentu mengenai citra organisasi.

Di pihak lain pengenalan publik erat hubungannya dengan perumusan penelitian proses perencanaan humas suatu organisasi yang meliputi 6 P: people, process, practise, product, plant, dan publication. Bentuk publik dikenal juga melalui penggolongan (klasifikasi) hubungan antara komunikasi dan komunikator antara lain publik sosial, publik fungsional, serta target publik yang dikenal dengan stakeholders dalam lima klasifikasinya.

Unsur-unsur Media Komunikasi Humas
Unsur-unsur media komunikasi atau media yang digunakan humas, dipahami dalam konteks pemilihan media yang sesuai dengan ciri-ciri dan sifat publik yang dikelola hubungannya oleh suatu organisasi. Jelasnya media komunikasi yang digunakan adalah yang sesuai dengan ciri publik internal dan publik eksternal dari suatu organisasi. Publik internal adalah karyawan, pemegang saham, dan hubungan industrial; sedangkan publik eksternal adalah komunitas sekitar organisasi, konsumen, pemerintahan, media pers.

Baik hubungan secara manusiawi (human relations) maupun dalam keadaan krisis organisasi, termasuk pula media yang digunakan humas meliputi tiga komponen, yaitu manajemen organisasi, publik, dan humas. Sebagai unsur pendukung perlengkapan teknis, yang digunakan adalah buletin internal, papan pengumuman, kunjungan berkala, dan tatap muka. Tidak kurang pentingnya hubungan karyawan (employee relations) di tempat bekerja sehari-hari.

Demikian pula media hubungan dengan pemegang saham untuk menanamkan rasa memiliki perusahaan dan saling menguntungkan dengan pihak manajemen, khususnya manajemen keuangan dan investasi melalui wawancara atau kuesioner, pos atau forum-forum rapat. Media dalam hubungan industrial juga menggunakan forum-forum konsultasi di dalam atau antara bipartit dan tripartit ataupun antara SPSI dan apindo. Demikian pula media-media yang digunakan dalam hubungan publik eksternal yang terdiri dari para pelanggan komunitas tertentu, instansi pemerintah, pers. Hubungan media pers sangat berperan dengan menggunakan unsur-unsur media cetak atau elektronik yang ditunjang oleh kemitraan yang terpadu antara praktisi humas dan wartawan dengan saling menghormati profesi masing-masing.

Penggerakan dan Pengarahan Kegiatan Humas
Fungsi manajemen humas adalah mengelola hubungan organisasi dan publik, mewujudkan saling pengertian bersama untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan secara efisien dan efektif. Dengan kata lain menyampaikan informasi yang objektif mengenai kebijakan pimpinan agar publik dapat memahami organisasi/perusahaan yang diwakilinya, sekaligus menilai opini/sikap publik terhadap organisasi/perusahaannya.

Fungsi manajemen pengembangan pelaksanaan menggerakkan (actuating) Humas terutama terlibat dalam proses penetapan sasaran dan tujuan organisasi, pembagian pekerjaan organisasinya, dan motivasi, kepemimpinan, koordinasi serta komunikasi. Proses menggerakkan humas tersebut berlandaskan delapan tugas manajemen humas secara fungsional dan operasional serta meliputi tiga bidang peranan manajer dengan enam langkah pengorganisasiannya.

Peranan motivasi ditentukan oleh sejauh mana humas memahami sikap dan perilaku organisasi dan publik mewujudkan kredibilitas, citra, serta sasaran organisasinya secara efisien dan efektif. Di pihak lain ditentukan pula oleh dorongan motivasi penilaian orang luar (publik) terhadap organisasi dan budaya perusahaannya (corporate culture). Pengarahan motivasi sangat dipengaruhi oleh penerapan empat macam pendekatan filsafat manajemen humas.

Sedangkan pengarahan operasionalnya meliputi empat tindakan yang membantu manajemen menggerakkan humas. Pengarahan motivasi dan operasional tersebut berdasarkan pola umum dengan tiga model motivasi: tradisional, hubungan manusiawi, dan sumber daya manusia. Manajemen humas dapat mengalami masalah hubungan yang tidak efektif antara lain disebabkan oleh masalah komunikasi organisasi. Masalah ini dipengaruhi oleh empat faktor saluran/struktur organisasi formal dan oleh empat macam jaringan aliran komunikasi. Oleh karena itu perlu dipahami strategi komunikasi organisasi: komunikasi vertikal, lateral dan diagonal dengan prosedur hubungan dan tindakannya masing-masing.

Ditemukan juga tiga hambatan organisasional dan hambatan antarpribadi. Untuk mengatasi hambatan tersebut diarahkan strategi dan teknik-teknik tertentu meningkatkan efektivitas komunikasi. Salah satu teknik adalah menerapkan sepuluh prinsip humas yang baik, sebagaimana rumusan Asosiasi Manajemen Amerika.

Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif, oleh karena itu perlu dipahami empat masalah pencapaian komunikasi yang efektif. Upaya pencapaian ini merupakan tugas pemrosesan informasi dengan tiga cara pendekatannya. Pengarahan secara strategis dalam menggerakkan humas tergantung juga kepada faktor kepemimpinan dalam organisasi di samping pengaruh melalui motivasi, komunikasi organisasi, dan koordinasi. Ada tiga pendekatan kepemimpinan yang perlu dipahami. Antara lain adalah yang dikenal dengan teori X dan Y oleh Mc Gregor dan kisi-kisi manajerial oleh Blake dan Mouton.

Persyaratan Tenaga Humas
Perencanaan mutu dan kemampuan tenaga humas secara mendasar, mengacu pada tanggung jawab ilmiah dan ilmu-ilmu sosial yang melandasi pengetahuan humas, dan pada persyaratan tugas dan tanggung jawab manajerial humas dalam mengadakan rekayasa sosial budaya mencapai dukungan publik. Dengan kata lain persyaratan dasar selaku manajer organisasi, berlaku bagi tenaga humas di samping penguasaan teknis bidang ilmu komunikasi dan praktek Humas. Fungsi manajerial tenaga humas dapat digambarkan oleh struktur jabatan manajemen pada tiap-tiap organisasi yang berbeda-beda satu dengan yang lain, seperti beberapa contoh pada organisasi perusahaan, dan sebuah universitas.

Pakar Humas Frank Jefkins mensyaratkan empat macam tugas pokok tanggung jawab manajemen seorang manajer humas. Persyaratan tenaga humas berkaitan pula dengan profesi humas. Profesi Humas sebagai pemahaman etika dan etiket yang berhubungan dengan penampilan dalam rangka menciptakan dan membina citra organisasi yang diwakilinya dan selayaknya dipertanggungjawabkan kepada umum melalui kode etik tertentu. Termasuk etiket-etiket formalitas protokoler dan protokol diplomatik yang berlaku secara internasional. Persyaratan tenaga humas dilandaskan pula kepada rumusan prinsip-prinsip Humas yang terdiri dari sepuluh pokok (Doug Newsom dan Alan Scott).

Praktisi humas secara mikro ditentukan oleh kualifikasi kemampuan “generalist” dan lebih ideal lagi jika memiliki kemampuan ahli komunikasi plus. Tetapi kualifikasi yang mendekati standar bagi praktisi humas adalah seorang generalist dari disiplin yang berbeda, seperti ahli hukum, ahli teknik, dan sebagainya.

Selanjutnya terdapat kira-kira 12 syarat kemampuan bagi praktisi humas sebagaimana yang dikemukakan Charles W. Pine. Dari segi keberhasilan fungsi manajemen menggerakkan humas, persyaratan tenaga humas banyak dibantu oleh pengetahuan dan skill di ketiga bidang: teknis, manusia, dan konseptual (George Terry). Pakar humas Frank Jefkins mengemukakan bahwa jenis pekerjaan yang dapat ditangani oleh manajer humas tidaklah seragam antara organisasi satu dengan lainnya. Maka tugas manajer humas banyak ragamnya baik di bidang internal maupun eksternal sebagaimana dikemukakan sejumlah kurang lebih 21 ragam kegiatan manajer humas.

Struktur dan Ciri Media Komunikasi yang Dipergunakan Humas
Media komunikasi yang penting digunakan humas adalah dalam kemitraannya dengan media pers (cetak atau elektronik). Dengan demikian struktur dan ciri-ciri pers harus dikuasai oleh para praktisi humas. Perlu pula dipahami bahwa media cetak yang terdiri dari harian/penerbitan pagi dan sore masing-masing mempunyai ciri-cirinya tersendiri seperti waktu penerbitan, cara kerjasamanya dengan redaksi. Oleh karena itu penting dipahami pula sejumlah pedoman siaran pers (F.P. Seitel), dan prinsip hubungan pers yang baik (Frank Jefkins).

Ciri-ciri media pers lainnya adalah siaran berita (news release) pada media cetak maupun elektronik, kelayakan berita, artikel, foto, yang kesemuanya harus sesuai dengan persyaratan redaksional dan beritanya sampai siap cetaknya. Oleh karena itu pula baik praktisi humas maupun wartawan perlu menghayati dan saling menghormati kode etik pers dan etika profesi masing-masing bahkan peraturan hukum pers.

Di samping siaran pers bentuk dan ciri-ciri lain adalah tiga kegiatan acara temu pers yang diselenggarakan sebagai kelengkapan informasi untuk siaran berita humas. Kadang-kadang dilengkapi pula dengan pelayanan buku petunjuk mengenai features, daftar majalah mingguan daerah, daftar perusahaan. Ada pula tiga bentuk sponsor melalui media elektronik (isu olahraga, pendidikan, pendukung iklan/pemasaran). Di samping itu ciri umumnya melalui berkala intern. Media film dokumenter merupakan bentuk dan ciri media humas yang penting. Tidak kurang pentingnya juga ciri media komunikasi tatap muka langsung dengan publik, kadang-kadang dengan alat bantunya berupa pertunjukkan kesenian rakyat, ceramah, dan beraneka ragam pameran.


Teknik dan Cara Pemilihan Media Komunikasi yang Sesuai dengan Lingkungan Humas
Teknik dan cara pemilihan media komunikasi humas adalah yang sesuai dengan publiknya. Kapan publik dicapai, biayanya dan tergantung pula pada empat faktor; cara pendekatan keterampilan petugas humas, anggaran dan kebijaksanaannya.

Tahap pertama, pemilihan media berita adalah persiapan dan penyiaran berita pada media cetak dan elektronik. Bagi kelompok publik kecil dalam suatu organisasi dipilih media komunikasi (jurnal) internal yang berjenis-jenis secara teratur dengan beberapa variasi. Perlu diperhitungkan di sini cakupan pembaca, kuantitas, frekuensi, kebijakan, judulnya, dan proses percetakannya, gaya dan format, langgangan, iklan, serta distribusinya.

Komunikasi tatap muka kadang-kadang dipilih dalam komunikasi ke atas dengan pimpinan manajer dan komunikasi sejajar antara karyawan. Media dan teknik humas hendaknya dibedakan antara media untuk periklanan dan untuk humas. Oleh karena itu Frank Jefkins mengemukakan daftar pilihan media utama bagi kegiatan humas yang meliputi tiga belas jenis dengan bentuk dan cirinya masing-masing.

Sumber Buku Manajemen Humas karya Mahidin Mahmud dan Alex Rumondor

Teknik Mencari Berita

Teknik di dalam mencari berita secara antara lain sebagai berikut :
1. Observasi
Secara sederhana observasi merupakan pengamatan terhadap realitas social. Ada pengamatan langsung, ada juga pengamatan tak langsung. Seseorang disebut melakukan pengamatan langsung bila ia menyaksikan sebuah peristiwa dengan mata kepalanya sendiri. Pengamatan ini bisa dilakukan dalam waktu yang pendek dan panjang. Pendek artinya, setelah melihat sebuah peristiwa dan mencatat seperlunya, seseorang meninggalkan tempat kejadian untu menulis laporan. Misalnya: peristiwa kecelakaan lalu lintas. Sedangkan panjang berarti seseorang berada di tempat kejadian dalam waktu yang lama. Bahkan ia menulis laporan dari tempat kejadian. Contoh:peristiwa bencana alam.

Seseorang disebut melakukan pengamatan tidak langsung bila ia tidak menyaksikan peristiwa yang terjadi, melainkan mendapat keterangan dari orang lain yang menyaksikan peristiwa itu. Misalnya: peristiwa penemuan mayat suami-istri di sebuah rumah. Si Bujang mendapat informasi bahwa di jalan Melati No. 24 ditemukan mayat sepasang suami-istri. Ia bergegas ke daerah itu. Sesampai di sana, ia masih melihat epasang mayat tersebut. Kalau ia kemudian mendapatkan data tentang siapa yang meninggal dunia, kapan dan kenapa meninggal dunia, data itu merupakan hasil pengamatan tidak langsung.Pengamatan di sini tidak sama persis dengan pengamatan seorang peneliti. Seseorang peneliti melakukan pengamatan berdasarkan konsep dan hipotesis. Hasilnya, biasanya dilaporkan dengan disertai pemecahan masalah ala mereka. Sedangkan seorang pekerja pers melakukan pengamatan untuk melaporkan kejadian sebuah peristiwa apa adanya.
2. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara seorang wartawan dengan narasumber untuk mendapatkan data tentang sebuah fenomena (Itule dan Anderson 1987:184). Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah:

a. Posisi narasumber dalam wawancara
Posisi narasumber dalam sebuah wawancara adalah ibarat posisi pembeli dalam sebuah transaksi dagang, yaitu sebagai ?raja?. Semua keinginan narasumber harus dipenuhi oleh wartawan. Karena itu, sebelum melakukan wawancara, wartawan harus menanyakan keinginan
narasumber. Sebelum itu, wartawan harus memperkenalkan secara langsung jati dirinya dan untuk siapa ia bekerja kepada narasumber. Tahap-tahap ini, menurut prinsip etika jurnalistik yang umum, harus ditempuh oleh setiap wartawan sebelum melakukan wawancara dengan narasumber, terlepas dari narasumber mengetahui cara kerja jurnalisme atau tidak.

Terdapat beberapa hal mendasar yang perlu ditanyakan kepada
narasumber, misalnya:

• Apakah narasumber tidak keberatan bila kalimatnya dikutip secara langsung?

• Apakah narasumber tidak berniat namanya dirahasiakan dalam sebagian hasil wawancara?

• Apakah narasumber memiliki keinginan lain yang berkaitan dengan hasil wawancara?

Bila wartawan sudah mengetahui jawaban ketiga pertanyaan ini ditambah dengan keinginan narasumber lain, maka terpulang kepada wartawan bersangkutan untuk segera memenuhinya atau bernegosiasi terlbih dahulu.

Bernegosiasi dengan narasumber bukanlah pekerjaan yang haram. Wartawan boleh bernegosiasi tidak berlangsung di bawah tekanan pihak tertentu (ada dugaan wartawan yang handal sering melakukan negosiasi dengan narasumber). Kesepakatan yang dicapai berdasarkan negosiasi, biasanya, lebih memuaskan kedua belah pihak. Terlepas dari cara pencapaian kesepakatan, kesepakatan ini perlu dicapai sebelum melakukan wawancara (tidak ada salahnya wartawan juga merekan kesepakatan yang sudah dicapai. Rekaman ini bisa dijadikan bukti bila kelak ada pihak yang protes terhadap keberadaan wawancara tersebut). Berdasarkan kesepakatan inilah seharusnya wawancara berlangsung.

Setelah wawancara selesai, wartawan perlu menanyakan kembali kepada narasumber, apakah narasumber masih setuju dengan kesepakatan yang sudah dibuat? Wartawan juga perlu meyakinkan narasumber bahwa tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari atas segala akibat kesepakatan yang sudah dibuat.

Dalam pandangan sebagian kecil wartawan, pelaksanaan tahap-tahap wawancara tersebut di atas menghambat kelancaran kerja mereka. Karena itu, mereka enggan melakukannya. Tetapi, bagi mereka yang pernah ketanggor, pelaksanaan tahap-tahap itu menjadi satu keharusan.

b. Posisi wartawan dalam wawancara
Sebagian besar individu akan merasa sangat senang bila diwawancarai wartawan. Menurut mereka, bila hasil wawancara tersebut disiarkan kepada khalayak, nama mereka juga akan dikenal khalayak. Semakin sering mereka diwawancarai wartawan, semakin populerlah mereka. Individu-individu model begini akan selalu bersikap manis kepada wartawan. Tidak heran bila wartawan berada ?di atas angin? ketika berhadapan dengan mereka.

Lalu, dimana posisi wartawan yang sebenarnya? Kedudukan wartawan adalah penjaga kepentingan umum. Para wartawan berhak mengorek informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum dari narasumber. Mereka bebas menanyakan apa saja kepada narasumber untuk menjaga kepentingan umum. Posisi inilah yang menyebabkan mereka mendapat tempat di hati khalayak. Kendati begitu, para wartawan, seperti dinyatakan oleh Jeffrey Olen, harus menghormati keberadaan narasumber. Mereka haurs mengakui bahwa narasumber adalah individu yang bisa berpikir, memiliki alasan untuk berbuat dan mempunyai keinginan-keinginan (Olen 1988:59). Akibatnya, para wartawan harus memperlakukan narasumber sebagai individu yang memiliki otonomi dan bebas mengekspresikan segala keinginannya. Kalau pada satu saat narasumber keberatan hasil wawancaraya disiarkan, maka wartawan harus menghormati keinginan ini dan tidak menyiarkannya.

Menurut para ahli, terdapat tujuh jenis wawancara, yaitu man in the street interview, casual interview, personal interview, news peg interview, telephone interview, question interview dan group interview (Itule dan Andersin 1987:207-213). Operasionalisasinya begini:

Man in the street interview
Wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan pendapat beberapa orang awam mengenai sebuah peristiwa, bisa menyangkut satu keadaan dan bisa pula tentang sebuah kebijaksanaan baru. Biasanya wawancara ini diperlukan setelah terjadinya sebuah peristiwa yang sangat penting.

Casual interview
Sebuah wawancara mendadak. Dalam hal ini seorang wartawan minta kesediaan seorang narasumber untuk diwawancarai. Si wartawan berbuat begitu karena ia bertemu dengan narasumber yang dianggapnya punya informasi yang perlu dilaporkan kepada khalayak.

Personal interview
Merupakan wawancara untuk mengenal pribadi seseorang yang memiliki nilai berita lebih dalam lagi. Hasilnya, biasanya berupa profil tentang orang bersangkutan. News peg interview Wawancara yang berkaitan dengan sebuah laporan tentang sebuah peristiwa yang sudah direncanakan. Wawancara inisering juga disebut information interview.

Telephone interview
Wawancara yang dilakukan lewat telepon. Ini biasanya dilakukan wartawan kepada narasumber yang sudah dikenalnya dengan baik dan untuk melengkapi sebuah berita yang sedang ditulis. Dengan perkataan lain, seorang wartawan memilih jenis wawancara memilih jenis wawancara ini karena ia dalam keadaan terdesak.

Question interview
Wawancara tertulis. Biasanya dilakukan seorang wartawan yang sudah mengalami jalan buntu. Setelah ditelepon, didatangi ke rumah dan ke kantor, si wartawan tidak bisa bertemu dengan anrasumber, maka ia memilih wawancara jenis ini.

Keuntungan wawancara ini adalah: Informasi yang diperoleh lebih jelas dan mudah dimengerti.

Kelemahannya adalah: wartawan tidak bisa mengamati sukap-sikap pribadi narasumber ketika manjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan.

Group interview
Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang sekaligus untuk membahas satu persoalan atau implikasi satu kebijaksanaan pemerintah. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara. Contohnya adalah acara ?Pelaku dan Peristiwa? TVRI.

Semua jenis wawancara tersebut di atas akan terlaksana dengan baik bila dipenuhi teknik-teknik berikut:

• Menggunakan daftar pertanyaan yang tersusun baik, yang sudah disiapkan lebih dulu;

• Memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang ringan;

• Mengajukan pertanyaan secara langsung dan tepat;

• Tidak malu bertanya bila ada jawaban yang tidak dimengerti; dan

• Mengajukan pertanyaan tambahan berdasarkan perkembangan wawancara.

3. Konferensi Pers
Pernyataan yang disampaikan seseorang yang mewakili sebuah lembaga mengenai kegiatannya kepada para wartawan. Biasanya menyangkut citra lembaga, peristiwa yang sangat penting dan bersifat insidental. Tetapi, tidak jarang bersifat periodik, seperti konferensi pers Menteri Luar Negeri, yang berlangsung seminggu sekali. Pada setiap konferensi pers, setiap wartawan memiliki hak yang sama untuk mengajukan pertanyaan kepada orang yang memberikan konferensi pers. Umumnya, lalu lintas informasi dalam konferensi pers dilakukan lewat dialog langsung. Tetapi, ada juga konferensi pers yang menggunakan informasi tertulis yang dibagikan kepada para wartawan. Untuk melengkapi informasi tersebut, para wartawan diberi kesempatan untuk bertanya.

4. Press Release
Bisa diartikan sebagai siaran pers yang dikeluarkan oleh satu lembaga, satu organisasi atau seorang individu secara tertulis untuk para wartawan. Ia mewakili kepentingan lembaga, organisasi atau individu. Itulah sebabnya media massa cetak yang besar, seperti ?Kompas? tidak mau memuat siaran pers ini. Tidak ada keharusan bagi wartawan untuk memuat siaran pers ini. Juga tidak ada kesempatan bagi para wartawan untuk bertanya kepada pihak yang mengeluarkan siaran pers tentang siaran pers. Inilah yang membedakannya dengan konferensi pers. Tegasnya, pada press release tidak ada tanya jawab dengan wartawan dan narasumber. Sedangkan pada konferensi, ada.

Produksi Media Cetak

Produksi Media Cetak
by FISIP

Pengantar
Pembicaraan tentang media cetak berarti membicarakan pers. Sebab terminologi pers terdiri dari: Pertama, pers dalam arti luas adalah seluruh alat komunikasi massa baik cetak maupun elektronik. Kedua, pers dalam arti sempit secara spesifik tertuju pada media cetak berbentuk surat kabar dan majalah. Dalam berbagai literatur surat kabar digunakan sebagai sebutan untuk media cetak yang content-nya mengutamakan hasil jurnalisme berbentuk berita (news). Sementara sebutan untuk pers digunakan untuk seluruh media massa tercetak yang terbit secara reguler baik yang mengutamakan jurnalisme maupun hiburan.
Ada tiga pendekatan yang biasa dilakukan dalam kajian tentang pers. Pertama, pendekatan etika atas eksistensi institusi pers dan prilaku pelaku profesional pers (jurnalis). Kedua, pendekatan ilmu sosial atas eksistensi institusi pers. Ketiga, pendekatan praktis atas kerja teknis pelaku profesional pers dalam institusi pers.
Titik tolak kajian tulisan ini melihat fenomena pers sebagai institusi sosial yang menjadi bagian dari komunikasi massa. Bukan semata-mata berdasarkan pendekatan praktis dan kerja teknis dalam konteks jurnalisme.
Diktat kuliah: Produksi Media Cetak ini ditulis bukan dimaksudkan jadi bacaan instant mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini. Tetapi hanya sekedar pembuka diskusi di ruang kuliah. Sebab sebagai diktat ia hanya memuat pokok-pokok pikiran penulisnya. Hal-hal yang lebih detil dapat dilihat pada literatur yang diacu atau bahan-bahan lain yang berkaitan dengan mata kuliah ini.
Menuangkan setumpuk gagasan yang ada di kepala menjadi sebentuk tulisan yang belum tentu dimengerti oleh orang lain bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi bila ditulis di sela-sela waktu luang di tengah kesibukan mengajar di beberapa perguruan tinggi dalam rangka bertahan hidup. Maklum, kehidupan intelektual di negeri ini belum senyaman birokrat apalagi legislator di parlemen. Dengan demikian, bukan basa-basi kalau tulisan ini mengandung banyak kelemahan. Bahkan mungkin tidak layak disebut sebagai tulisan ilmiah. Untuk itu semua, izinkanlah saya untuk tidak minta maaf. Sebab lebih adil bila Anda menulis tulisan dengan tema yang sama sebagai komparasinya dalam rangka dialektika ilmiah. Sekian.
Jakarta, April 2009
Penulis,
Teguh Kresno Utomo, S.IP
I. Introduksi
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa media cetak termasuk pers dalam pengertian sempit. Artinya, media cetak adalah bagian dari media komunikasi massa. Untuk itu perlu dikaji dulu definisi komunikasi massa (mass communication) untuk membedakannya dengan jenis komunikasi lainnya seperti komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication) atau komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Secara singkat komunikasi massa dimaknai sebagai berikut: “mass communication is a process in which professional communicator use media to disseminate messages widely, rapidly, and continually to arouse intended meanings in large and diverse audiences in attempts to influence them in a variety of ways” (DeFleur, 1985).
Rumusannya menggunakan formula baku yang dikembangkan oleh sosiolog AS Harold D. Lasswell yang mengatakan “communication is who says what in what channel to whom with what effect”. Ini sangat populer di kalangan para pengkaji ilmu komunikasi yaitu proses yang mencakup komunikator, pesan, media, komunikan dan pengaruhnya.
Selanjutnya mengutip Charles R Wright dalam karyanya Mass Communication: A Sociological Perspective yang mengatakan “mass communication is one way in which social communication has become institutionalized and organized. Our society expects, for example, that certain news will be routinely handled through mass communication so as to reach large number of people, from all ways of life, quickly and publicly. Social communication can be institutionalized in other ways, for example, a society may expect that personal news about family matters will be transmitted privately and kept within the family circle”.
Pers dilihat sebagai fenomena sosial dengan karakteristiknya yang khas sebagai institusi sosial. Dengan demikian peta kajiannya dapat diuraikan sebagai berikut: sistem sosial, institusi sosial, institusi media massa, institusi pers dan jurnalisme. Institusi pers menjalankan fungsinya dengan menyampaikan informasi. Nilai informasi ini dapat dilihat dalam kaitannya dengan eksistensinya dalam sistem sosial. Untuk itu institusi pers dapat menjalankan fungsi politik, ekonomi atau sosio-kultural.
Tulisan ini hanya membahas tiga pokok bahasan: Pertama, memaparkan media cetak dalam perspektif historis. Kedua, Mendiskusikan perbedaan media cetak sebagi institusi sosial dengan media cetak sebagai jurnalisme. Di sini dibicarakan konsep dasar berita; teknik mencari berita; perbedaan fakta dengan opini; aliran jurnalisme. Ketiga, memperkenalkan institusi dan manajemen media cetak yang meliputi manajemen media cetak; zona pasar media cetak; format media cetak; struktur organisasi media cetak; proses media cetak.
II. Media Cetak dalam Perspektif Historis
Dari berbagai literatur yang menitikberatkan pada content media cetak disebutkan bahwa cikal-bakal media cetak bermula pada acta duirna yaitu semacam lembaran yang ditempel pada zaman Romawi kuno. Lembaran ini memuat hal-hal yang dibicarakan dalam senat yang akan disampaikan pada warga kota. Tetapi literatur lainnya yang memusatkan perhatian pada teknologi yang dipakai menyebutkan bahwa media ini sudah ada di China kuno sebelum kertas dan alat cetak dikenal bangsa Eropa.
Identifikasi media cetak sekarang lebih banyak dilakukan atas karakter kultural dan isinya dalam masyarakat. Karenanya pembicaraan selalu dimulai dari acta duirna (Romawi kuno), gazeta (Venesia) dan corantos (Inggris) sejenis lembaran tercetak abad XVII yang berisi informasi tentang negara asing. Baik acta duirna maupun corantos berisi informasi politik. Sementara gazeta berisi informasi ekonomi.
Sejarah media massa modern dimulai dari media cetak. Kenyataannya, suratlah yang merupakan bentuk awal dari surat kabar. Bukan lembaran yang berbentuk buku. Surat kabar abad XVII tidak lahir dari satu sumber. Tetapi gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi yang diterbitkan oleh raja atau penguasa memiliki ciri-ciri khas yang sama dengan surat kabar komersial tetapi lebih berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Pengaruh surat kabar komersial menjadi tonggak penting dalam sejarah komunikasi karena menyebabkan beralihnya pola pelayanan ke pembaca anonym. Bukan hanya semata-mata jadi alat propagandis pemerintah dan penguasa.
Sejak awal perkembangannya surat kabar sudah menjadi lawan nyata atau musuh penguasa yang terlanjur mapan. Dalam konteks Indonesia, tekanan terhadap pers dimulai sejak usaha pertama mendirikan surat kabar di Batavia (Jakarta) yang dilarang oleh pihak VOC (Vereenigde Oost-Indische Campagnie) dengan alasan takut Inggris, Perancis, Spanyol dan Portugis sebagai saingan dagangnya akan memperoleh keuntungan dari berita dagang yang dimuat dalam surat kabar tersebut (Smith, 1986).
Tetapi dalam konteks modern institusionalisasi media cetak dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali. Sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lemah dalam menghadapi banyak tekanan dan campur tangan daripada surat kabar tempo dulu yang masih sederhana.
Ada perbedaan yang mendasar antara penetrasi pasar pers komersial yang kian meningkat via iklan dan hiburan dengan publik pembaca surat kabar yang membaca karena alasan politis. Ada surat kabar yang menyajikan dan memberikan pandangan politik dan surat kabar yang didirikan oleh partai politik dan dimanfaatkan demi kepentingan partai politik tersebut (McQuail, 1991).
Sementara sejarah media cetak dimulai berbentuk buku yakni penggandaan bibel yang dulunya ditulis tangan oleh para scribist yaitu pendeta sekaligus juru tulis. Seiring waktu dan ditemukannya mesin cetak dari mesin pemeras anggur oleh Johannes Gutenberg (Jerman) tahun 1446 dengan teknik movable metal type (huruf logam yang berpindah). Selanjutnya tahun 1690 Ben Harris menerbitkan Public Occurences surat kabar pertama kali di koloni Inggris. Tahun 1741 Andrew Bond Jord menerbitkan American Magazine yang disusul oleh Benyamin Franklin yang menerbitkan General Magazine di koloni Inggris.
Sementara perkembangan buku dimulai dengan percetakan dan penggandaan bibel menjadi lebih cepat dan massal oleh Johannes Gutenberg tahun 1455 yang kini masih tersimpan dengan nama Gutenberg Bible masterpiece. Tahun 1638 berdiri Cambridge Press sebagai pecetakan buku pertama di AS. Kemudian tahun 1836 William Holmes dan Mc Guffey memanfaatkan penggandaan buku sebagai text book untuk memberantas buta huruf sekitar 122 juta jiwa di AS. Koleksi buku yang terkenal di Library of Congress berasal dari koleksi buku penulis deklarasi kemerdekaan AS Thomas Jefferson. John Harvard dari Cambridge, Massachusetts menyumbangkan 300 koleksi bukunya yang saat itu termasuk jumlah yang sangat besar kepada Newtowne College yang kemudian berubah nama menjadi Harvard University tahun 1638 sebagai penghormatan atas jasa John Harvard (Vivian, 2008).
Kemunculan buku, surat kabar dan majalah dapat dipahami melalui latar belakang masyarakat yang melahirkannya. Ribuan tahun sebelum dikenal alat cetak masyarakat China kuno sudah mengenal lembaran tertulis yang berisi informasi dari kerajaan. Begitu pula acta duirna di zaman Romawi kuno yang disusul lembaran informasi yang diterbitkan pemerintah Venesia yang dijual seharga satu gazette (mata uang Venesia waktu itu).
Secara spesifik buku tidak digolongkan sebagai institusi pers dan jurnalisme karena lebih tertuju pada dunia ide bukan informasi semata. Meskipun tidak dipungkiri banyak buku yang diterbitkan yang berasal dari informasi berisi reportase pers. Tetapi sebagai produk, buku bukanlah media pers.
Institusi pers dapat dilihat dari aspek politik, ekonomi, profesionalisme dan filosofis yang ditempatkan dalam dua bidang. Pertama, secara eksternal institusi pers dilihat dalam kaitannya dengan institusi lain dalam kehidupan masyarakat. Kedua, secara internal dilihat dari motif dan profesionalisme institusi medianya (Siregar, 1992).
III. Media Cetak sebagai Institusi Sosial dan Jurnalisme
Pers atau press (Inggris) dalam Bahasa Indonesia yang kita kenal selama ini berasal dari Bahasa Belanda. Ini berarti menyiarkan berita dari barang cetakan. Sebagai mana yang telah diulas panjang lebar sebelumnya, secara singkat pembicaraan tentang pers mencakup dua pengertian. Pertama, pers sebagai institusi sosial yang berfungsi sebagai watch dog of the press bagi institusi lainnya seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di sinilah manifestasi pers sebagai the fourth estate dalam sistem sosial. Masalahnya, pers tidak bisa disebut sebagai institusi sosial apabila produk jurnalistik yang dihasilkannya tidak bermakna secara sosial. Dari sinilah dimulai pembahasan berikutnya pers dalam konteks jurnalisme. Kedua, pers sebagai jurnalisme berarti kinerja pelaku profesi pers dalam rangka memilih dan memilah realitas sosial yang akan diolah menjadi informasi yang akan dimuat sebagai berita (news) baik dalam surat kabar maupun majalah.
Dalam konteks jurnalisme ini pulalah realitas sosial yang diubah menjadi realitas media cetak dalam dua bentuk. Pertama, realitas sosiologis berarti informasi yang berasal dari pelaku obyektif yang terjadi dalam interaksi sosial dan yang terpenting bermanfaat bagi publik. Misalnya, informasi tentang kenaikan BBM, TDL dll. Kedua, realitas psikologis berarti informasi yang berasal dunia subyektif dalam alam pikiran manusia. Dengan demikian, jika realitas sosiologis berbicara tentang tindakan maka realitas psikologis lebih berbicara tentang apa yang dipikirkan tentang tindakan itu dan yang terpenting hanya bermain dalam dunia subyektif pengisi waktu luang. Misalnya, informasi kawin-cerai artis x dan sejenisnya produk infotainment di layar kaca.
A. Konsep Dasar Berita
Berita atau NEWS (Inggris) seringkali ditafsirkan sebagai singkatan dari: North; East; West; South yang bermakna setiap realitas sosial dari empat penjuru arah mata angin berpotensi jadi berita. Tetapi tidak semua realitas sosial itu lantas serta-merta bisa dijadikan berita. Di sinilah diskursus tentang nilai berita (news worthy) dimulai. Ada anekdot yang mengatakan: “jika ada orang digigit anjing itu bukan berita, tetapi jika ada orang menggigit anjing itu baru berita”. Terdapat unsur kejutan di sini.
Secara spesifik ada beberapa unsur berita diantaranya: aktualitas (timeliness); penting (significance); terkenal (prominence); besar (magnitude); dekat (proximity); manusiawi (human interest). Ada pula yang menambahkannya sebagai berikut: kebaruan (newness); informatif (informative); luar biasa (unusualness); ekslusif (exclusive); berdampak (impact); pertentangan (conflict); tokoh publik (public figure/news maker); seks (sex) dll.
Pada proses pemberitaan terdapat pembingkaian (framing) yang memuat maksud (aim) dan tujuan (intention) berita dengan mempertimbangkan kebijakan redaksi (editorial policy) dan kerja keredaksian (news room management) (Siregar, 2003).
Secara garis besar berita terbagi tiga: Pertama, berita langsung (straight/hard news): laporan langsung suatu peristiwa. Kedua, berita ringan (soft news): laporan yang berupa kelanjutan atau susulan dari peristiwa yang pertama. Ketiga, berita kisah (feature): produk jurnalistik yang melukiskan suatu pernyataan yang lebih terperinci. Sehingga apa yang dilaporkan terasa lebih hidup dan tergambar dalam imajinasi pembaca.
Di samping itu ada beberapa derivasi jenis berita di atas sebagai berikut: Pertama, berita menyeluruh (comprehensive news): laporan suatu peristiwa yang bersifat menyeluruh yang ditinjau dari berbagai aspek. Kedua, berita mendalam (depth news): laporan suatu peristiwa yang memerlukan penggalian informasi yang aktual, mendalam, tajam, lengkap dan utuh (depth reporting). Bukan opini jurnalis yang bersangkutan. Ketiga, berita penyelidikan (investigative news): laporan peristiwa yang terpusat pada sejumlah masalah yang kontraversial. Biasanya dengan penyelidikan ala detektif yang tersembunyi untuk memperoleh fakta. Keempat, berita interpretatif (interpretative report): laporan suatu peristiwa yang berfokus pada isu atau masalah kontraversial yang memerlukan penafsiran. Kelima, tajuk rencana (editorial writing): laporan suatu peristiwa dengan menyajikan fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita penting dan mempengaruhi opini publik. Biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi atau jurnalis senior institusi pers yang mewakili institusinya. Bukan mewakili pribadi jurnalis yang bersangkutan.
B. Teknik Mencari Berita
Pertama, secara umum: (1). Observasi adalah pengamatan realitas oleh jurnalis baik secara langsung (participant observation) maupun tidak langsung (non participant observation); (2). Wawancara (interview) adalah tanya jawab baik lisan maupun tulisan dengan nara sumber yang terdiri dari pengumpulan pendapat umum (man in the street interview), wawancara mendadak (casual interview), wawancara tokoh (personal interview), wawancara nara sumber yang terkait dengan berita (newspeg interview), wawancara telepon (telephone interview), wawancara tertulis (question interview) dan wawancara kelompok (group interview); (3). Cover up adalah sejenis wawancara juga untuk menyusun suatu laporan yang dilengkapi dengan pengaruhnya terhadap masyarakat; (4). Press release adalah siaran pers yang dikeluarkan oleh nara sumber yang biasanya berbentuk institusi kepada jurnalis. Tetapi tidak ada tanya jawab bila informasi itu dirasa kurang lengkap. Inilah yang membedakannya dengan konferensi pers (press conference). Kedua, kontak resmi pers (formal press contact): (1). Konferensi pers (press conference) biasanya bernuansa pengenalan (awareness aspect), saling mengerti dan menghormati (mutual understanding and appreciation aspect) dan meluruskan suatu berita negatif (make something to clear and objective) antara jurnalis dengan nara sumber; (2). Wisata pers (press tour) adalah undangan pada jurnalis yang sudah dikenal baik oleh nara sumber ke suatu event atau peninjauan keluar kota. Bahkan ke luar negeri selama lebih dari satu hari untuk meliput kegiatan nara sumber. Biasanya berbentuk laporan langsung (on the spot news); (3). Resepsi pers (press reception) dan jamuan pers (press gathering) adalah undangan resepsi baik formal maupun informal pada jurnalis seperti ulang tahun, pernikahan dan acara keagamaan yang disisipi pemberian keterangan oleh pihak nara sumber; (4). Taklimat pers (press briefing) adalah jumpa pers resmi yang diselenggarakan secara periodik setiap awal atau akhir bulan atau tahun. Mirip semacam diskusi dengan memberi masukan bagi kedua belah pihak antara jurnalis dan nara sumber untuk menghindari kesalahpahaman. Ketiga, kontak pers tidak resmi (informal press contact): (1). Keterangan press (press statement) dilakukan oleh nara sumber tanpa ada undangan resmi. Bahkan cukup via telepon dengan sisi negatif menimbulkan polemik bila tidak berhati-hati; (2). Wawancara pers (press interview) adalah wawancara dengan nara sumber melalui perjanjian atau konfirmasi dulu; (3). Jamuan pers (press gathering) berbeda dengan yang resmi, sifatnya hanya sekedar menjaga hubungan baik bagi kedua belah pihak antara jurnalis dan nara sumber di luar tugas fungsionalnya.
C. Perbedaan Fakta dengan Opini
Dalam konteks jurnalisme dibedakan secara tegas antara fakta (fact) dengan opini (opinion). Dunia jurnalistik mengenal tiga jenis fakta sebagai berikut: Pertama, fakta pertama: jurnalis berada di tempat kejadian dan melihat dengan mata kepalanya sendiri peristiwa yang akan diliput dan diberitakannya. Kedua, fakta kedua: jurnalis berada di tempat kejadian dan melihat dengan mata kepalanya sendiri peristiwa yang akan diliput dan diberitakannya, tetapi tidak utuh. Untuk itu dilengkapinya dengan meminta keterangan pihak lain yang menyaksikannya. Ketiga, fakta ketiga: jurnalis tidak berada di tempat kejadian dan meminta keterangan pihak lain yang juga tidak berada di tempat kejadian, tetapi dianggap punya keahlian berkaitan dengan peristiwa yang akan diliput dan diberitakannya.
Sementara opini diartikan sebagai penilaian moral jurnalis atau orang lain terhadap suatu peristiwa. Masalahnya, dalam kinerja jurnalistik sangat mustahil meniadakan sama sekali opini ini. Artinya, ketika redaktur menyeleksi hasil reportase sampai proses editing maka sesungguhnya ia telah beropini dalam kerjanya. Begitu juga ketika seorang jurnalis memilih informasi yang akan dijadikan berita yang pantas dimuat atau membuang sebagian atau keseluruhan maka ia juga telah beropini.
Bentuk produk jurnalistik opini di media cetak antara lain sebagai berikut: Pertama, tajuk rencana: pendapat atau sikap resmi suatu media cetak sebagai institusi pers terhadap suatu peristiwa yang berkembang dalam masyarakat. Biasanya ditulis oleh pemimpin redaksi atau jurnalis seniornya. Karakternya untuk surat kabar atau majalah papan atas: hati-hati, konservatif, menghindari kritik langsung dalam ulasannya. Sebaliknya untuk surat kabar atau majalah populer: berani, atraktif, progresif dan kritik langsung yang lebih bernuansa sosial dengan pertimbangan politis. Kedua, karikatur: opini redaksi berupa gambar yang sarat dengan kritik sosial dengan memasukkan unsur humor. Sehingga membuat siapa pun yang melihatnya tersenyum. Termasuk tokoh yang dikarikaturkan itu sendiri. Ketiga, pojok: pernyataan nara sumber atau peristiwa tertentu yang dianggap menarik untuk dikomentari oleh redaksi dengan kata atau kalimat yang mengusik, menggelitik, reflektif dan sinis. Keempat, esai: karangan prosa yang membahas secara sepintas lalu dari perspektif pribadi penulisnya tentang seni, sastra dan budaya. Kelima, artikel: termasuk news by line yaitu tulisan lepas seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah yang bisa mempengaruhi pembaca. Keenam, kolom: opini singkat dengan tekanan pada aspek pengamatan. Serta pemaknaan terhadap suatu persoalan atau keadaan tertentu dalam masyarakat. Panjang tulisan biasanya setengah panjang esai atau artikel. Ketujuh, surat pembaca: opini singkat yang ditulis pembaca yang dimuat dalam rubrik khusus Surat Pembaca.
Pendapat lain mengatakan bahwa opini di luar opini jurnalis yang bersangkutan termasuk fakta juga. Inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai aliran dalam jurnalisme.
D. Aliran Jurnalisme
Pertama, jurnalisme obyektif: membedakan dengan tegas antara fakta dengan opini. Kedua, jurnalisme baru: kombinasi sastra berupa opini jurnalis dengan teknik jurnalistik. Misalnya, jurnalisme gaya Majalah TEMPO ketika dipimpin oleh Goenawan Mohammad. Ketiga, jurnalisme investigatif: penyelidikan mendalam dalam pemberitaan. Sebagai ilustrasi terbongkarnya kasus Watergate oleh dua orang jurnalis Washington Post: Bob Woodward dan Carl Bernstein tahun 1972 yang melibatkan Presiden AS Richard Nixon yang akhirnya jatuh dari kursi kekuasaan. Ini menghasilkan penghargaan atas karya jurnalistik tertinggi di AS Pulitzer bagi kedua jurnalis tersebut. Di Indonesia hal yang nyaris sama pernah dilakukan pula oleh jurnalis senior Mochtar Lubis (alm) dengan surat kabar Indonesia Raya yang dipimpinnya. Ia membongkar kasus korupsi Pertamina yang melibatkan Jenderal Ibnu Sutowo (alm). Bedanya, bukannya mendapat penghargaan atas karya jurnalistik Adi Negoro malah sebaliknya surat kabar Indonesia Raya dibreidel oleh penguasa Orde Baru Jenderal Soeharto (alm) (Gaines, 2007). Keempat, jurnalisme evaluasi: gabungan jurnalisme obyektif (primary of fact), jurnalisme baru (reporter subjectivity) dan jurnalisme investigatif (investivigative reporting). Kelima, jurnalisme presisi: meramu fakta, interpretasi, analisis dan opini jurnalis yang bersangkutan.
Di samping itu ada lagi versi lain tentang aliran jurnalisme ini. Pertama, jurnalisme bermakna: ditujukan pada kelas menengah atas dalam konteks intelektual. Kedua, jurnalisme patriotis: dianut oleh para jurnalis sekaligus pejuang pada revolusi kemerdekaan. Ketiga, jurnalisme pembangunan: khas Orde Baru pimpinan Soeharto (alm) yang membuat tafsir tunggal atas Pers Pancasila sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab sebagai mitra pemerintah. Bukan jadi oposan yang mengkritik program pembangunan pemerintah yang menyingkirkan masyarakat dari ruang publik, politik dan birokrasi. Keempat, jurnalisme selera rendah: ini yang dianut tabloid MONITOR yang dipimpin oleh Arswendo Atmowiloto dengan konsep jurnalisme lher dengan mengekploitasi seks. Kelima, jurnalisme plintiran: dipopulerkan oleh bekas Presiden Abdurrahman Wahid (baca: Gus Dur) yang selalu menuduh jurnalis memutarbalikkan fakta dengan opini. Keenam, jurnalisme talang air: semua dimuat tanpa proses editing.
IV. Mengenal Institusi dan Manajemen Media Cetak
Kata manajemen berasal dari management (Inggris) yang diadobsi dari kata manaj (iare) (Italia) yang bermuara pada mamis (Latin) dengan makna tangan. Jadi manajemen dalam arti asalnya adalah memimpin, membimbing atau mengatur (Djuroto, 2000). Secara sederhana manajemen dimaknai sebagai getting result through the work of others. Sementara definisi yang sedikit lebih lengkap dengan mengutip pandangan pakar manajemen Hendry Fayol: “management is the direction of enterprise throught the planning, coordinating and controlling of its human materials resources toward the attainment of pre determined objectives”.
Dengan kata lain manajemen mengandung dua pengertian: Pertama, POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Kedua, 6 M (Men, Materials, Machine, Methods, Money, Market) (Soehoet,2002).
Manajemen merupakan konsekuensi logis dari kepercayaan (responsibility) dan kenyataan (reality) yang harus dibuktikan melalui struktur organisasi media cetak yang bersifat formal dan kecakapan yang bersifat fungsional (authority). Diantaranya bidang: redaksi, iklan, pemasaran dll.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan diantaranya: peluang usaha, kemampuan SDM, kapital, SWOT dengan kompetitor, keinginan pembaca, perubahan sosial berupa teknologi, ekonomi, politik, budaya dll. Langkah yang perlu dilakukan antara lain: perhatian terhadap lingkungan eksternal, menjual ruang untuk iklan, efesiensi di semua unit usaha, suntikan modal dll. Semua pendapatan diperoleh dari penjualan produk media cetak (eceran, langganan, barter dll), penjualan kolom (iklan baris, duka cita dll) dan penjualan jasa kegiatan off print seperti seminar, pameran dll untuk membentuk image posistif (Djuroto, 2000).
A. Manajemen Media Cetak
Dengan mengutip pakar komunikasi Kanada Marshall McLuhan yang mengatakan the press is the extention of man, Jakob Oetama mengatakan pers merupakan perpanjangan alat untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap informasi, hiburan, pendidikan dan keingintahuan mengenai peristiwa yang terjadi di sekitarnya (Oetama, 1987). Inilah yang dimanifestasikannya dalam surat kabar KOMPAS yang didirikannya bersama dengan PK Ojong (alm) tanggal 28 Juni 1965 dengan struktur yang kurang lebih sebagai berikut: Pertama, owner: pemilik perusahaan yang menerima laporan pertanggungjawaban dari top manager. Terkadang owner identik dengan top manajer. Kedua, top manager: pengambil kebijakan internal dan eksternal. Serta pengendali perusahaan baik redaksional maupun usaha. Juga menerima laporan pemimpin redaksi dan pemimpin perusahaan. Ketiga, pemimpin umum: orang pertama dalam perusahaan yang bertanggung jawab atas maju mundurnya institusi pers yang dipimpinnya. Serta menjadi penentu kebijakan, arah perkembangan laba rugi perusahaan. Termasuk berhak mengangkat atau memecat bawahannya. Terkadang pemimpin umum adalah top manager sekaligus owner. Keempat, wakil pemimpin umum: menjalankan tugas-tugas pemimpin umum atau menggantikannya dalam operasionalisasi harian. Kelima, bidang redaksi: pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi, sekretaris redaksi, redaktur pelaksana, redaktur dan reporter bertanggung jawab terhadap semua isi penerbitan pers. Ini meliputi penyajian berita, peliputan fokus pemberitaan, topik, pemilihan headline dll. Keenam, bidang cetak: ditangani oleh operator cetak dan pengepakan hasil penerbitan sehingga sampai ke tangan pembaca. Ketujuh, bidang usaha: menerima laporan para manajer demi kepentingan perusahaan baik produksi dan distrubusi.
B. Zona Pasar Media Cetak
Pertama, CZ (City Zone): batas wilayah media cetak itu berada. Kedua, PMA (Primary Market Area): area utama tempat media cetak itu menyajikan berita dan pelayanan iklannya. Ketiga, RTZ (Retail Trading Zone): wilayah di luar CZ tempat media cetak itu diperjualbelikan. Keempat, NDM (Newspaper Designated Market): area geografis yang dianggap media cetak itu sebagai pasarnya.
C. Format Media Cetak
1. Broadsheet: ukuran surat kabar umum. Misalnya, KOMPAS, Media Indonesia, Republika dll.
2. Tabloid: ukuran setengah broadsheet. Format ini diperkenalkan untuk dikonsumsi oleh pembaca di kalangan masyarakat urban yang sibuk dalam transportasi umum seperti bus, kereta api dll. Misalnya, KORAN TEMPO dll.
3. Magazine: ukuran setengah tabloid atau seperempat broadsheet. Halamannya diikat dengan kawat, sampul lebih tebal dan mengkilap daripada halamannya. Misalnya, Majalah TEMPO dll.
4. Book: ukuran setengah magazine atau seperempat tabloid atau seperdelapan broadsheet. Misalnya, Majalah INTISARI dll.
D. Struktur Organisasi Media Cetak
Pertama, redaksi yang terdiri dari pemimpin redaksi; wakil pemimpin redaksi; sekretaris redaksi; dewan redaksi; redaktur pelaksana; redaktur; koresponden (reporter di luar kota atau di luar negeri). Kedua, tata usaha yang terdiri dari administrasi internal yang mengurusi manajemen internal, kepegawaian, penggajian dll; administrasi eksternal yang mengurusi pemasaran, sirkulasi, iklan, langganan dll. Ketiga, produksi yang terdiri dari percetakan sendiri atau percetakan lain.
E. Proses Media Cetak
Pertama, kebijakan redaksi yang tergantung pada ideologi atau politik media cetak. Misal, KOMPAS (Katolik), Suara Pembaruan (Kristen), Republika (Islam), Suara Karya (Parpol) dll. Kedua, frekuensi terbit: harian; mingguan, dwi mingguan; bulanan. Ketiga, tenggat terbit: jam (harian); hari tertentu (mingguan); minggu tertentu (bulanan). Ini perlu diketahui dan diperhatikan oleh pemasang iklan. Keempat, cetak: off set modern sampai dengan cetak digital jarak jauh. Kelima, sirkulasi: lokal; nasional; regional; internasional. Keenam, pembaca: jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan, profesi, hobby, suku, agama dan ras/etnik. Ketujuh, metode distribusi: bagaimana media cetak itu didistribusikan. Misalnya, eceran, loper, agen, toko dll.
Bibliografi
DeFleur, Melvin L. Understanding Mass Communication. Boston: Houghton Mifflin Co, 1985.
Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000.
Fink, Condrad C. Strategic Newspaper Management. USA: A Simon and Schuster Co, 1996.
Gaines, William C. Laporan Investigasi Untuk Media Cetak dan Siaran (terj.). Jakarta: Institut Studi Arus Informasi – Kedubes AS, 2007.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (terj.). Jakarta: Penerbit Erlangga, 1991.
Oetama, Jakob. Perspektif Pers Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1987.
Siregar, Ashadi. Laporan Penelitian Pers. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi UGM, 1992.
____________. Kata Pengantar dalam Politik Editorial Media Indonesia: Analisis Tajuk Rencana 1998 – 2001. Jakarta: LP3ES, 2003.
Smith, Edward C. Pembreidelan Pers di Indonesia (terj.). Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers, 1986.
Soehoet, AM Hoeta. Manajemen Media Massa. Jakarta: Yayasan Kampus Tercinta – IISIP, 2002.
Vivian, John. Teori Komunikasi Massa (terj.). Jakarta: Kencana, 2008.

Kajian Etika dan Filsafat Komunikasi

Kajian Etika dan Filsafat Komunikasi

Evasi Komunikasi
Hambatan komunikasi pada umumnya mempunyai 2 sifat :
1. Hambatan Obyektif; Gangguan dan halangan terhadap jalannya komunikasi yang tidak disengaja, dibuat oleh pihak lain, tapi mungkin disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan.
Misal: Gangguan cuaca, gangguan lalu-lintas.
Hambatan Objektif juga bisa disebabkan :
• Kemampuan komunikasi yang kurang baik;
• Approach/Pendekatan penyajian kurang baik;
• Timing tidak cocok;
• Penggunaan media yang keliru.
2. Hambatan Subyektif; yang sengaja dibuat oleh orang lain. Disebabkan karena adanya :
• Pertentangan kepentingan;
• Prejudice;
• Tamak;
• Iri hati;
• Apatisme, dsb.
• “Gejala mencemooh dan mengelakan suatu komunikasi untuk mendeskreditkan atau menyesatkan pesan komunikasi”.
• Mencacatkan Pesan Komunikasi (Message made invalid); Kebiasaan mencacatkan pesan komunikasi dengan menambah-nambah pesan yang negatif.
• Mengubah Kerangka Referensi (Changing frame of reference),Kebiasaan mengubah kerangka referensi menunjukkan seseorang yang menanggapi komunikasi dengan diukur oleh kerangka referensi sendiri.

Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif
Mengapa Komunikasi Kita Pelajari dan Teliti ?
Jawabannya :
Karena Kita Ingin Mengetahui Bagaimana Efek Suatu Jenis Komunikasi kepada Seseorang.
WILBUR Schramm, menampilkan apa yang disebut “the condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, dengan memperhatikan :
a) Pesan harus dirancang dan disampaikan sehingga menarik.
b) Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman antara komunikator dan komunikan, sehingga dimengerti.
c) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan.
d) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan komunikan.
1. FAKTOR KOMPONEN KOMUNIKAN
a. Para Ahli Komunikasi meneliti sedalam-dalamnya tujuan Komunikan
b. Mengapa “Know Your Audience” merupakan ketentuan utama dalam komunikasi
Sebabnya ialah karena penting mengetahui :
-Timing yang tepat untuk suatu pesan;
-Bahasa yang harus dipergunakan agar pesan dapat dimengerti;
-Sikap dan nilai yang harus ditampilkan agar efektif;
-Jenis kelompok dimana komunikasi akan dilaksanakan.
Komunikan dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini :
• Dapat dan Benar-benar Mengerti Pesan Komunikasi;
• Pada Saat Mengambil Keputusan, Sadar Sesuai dengan Tujuannya;
• Pada Saat Mengambil Keputusan, Sadar Keputusannya Bersangkutan dengan Kepentingan Pribadinya;
• Mampu menepatinya baik secara mental maupun fisik.
2. FAKTOR KOMPONEN KOMUNIKATOR
Dua Faktor Penting pada diri Komunikator:
• Kepercayaan pada Komunikator (Source Credibility);
Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar. Kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan. Kepercayaan ditentukan oleh Keahliannya dan dapat dipercaya. Karena kepercayaan yang besar dapat merubah sikap.
nDaya Tarik Komunikator (Source Attractiveness);
Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator. Komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila berhasil memikat perhatian komunikan. Sehingga akan mempunyai kemampuan melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Komunikan menyenangi komunikator, apabila merasa adanya kesamaan khususnya kesamaan ideologi yang lebih penting daripada kesamaan demografi.
Seorang komunikator akan sukses dalam komunikasinya. Kalau menyesuaikan komunikasinya dengan “the image” dari komunikan, yaitu :
nMemahami kepentingannya;
-Kebutuhannya;
-Kecakapannya;
-Pengalamannya;
-Kemampuan berpikirnya;
-Kesulitannya; dsb
Singkatnya, Komunikator harus dapat menjaga kesemestaan alam mental yang terdapat pada komunikan.
Prof. Hartley, menyebutnya “the image of other”.
3. HAMBATAN KOMUNIKASI
Ahli Komunikasi menyatakan; tidaklah mungkin seseorang melakukan komunikasi yang sebenarnya efektif, karena ada banyak hambatan yang harus menjadi perhatian, antara lain :
a. Gangguan
- Mekanik (Mechanical channel noise); Gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
- Semantik (Semantic noise); Gangguan yang bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Karena melalui penggunaan bahasa.
Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan, terjadi salah pengertian Denotatif (arti yang sebenarnya dari kamus yang diterima secara umum) dan Konotatif (arti yang bersifat emosional latar belakang dan pengalaman seseorang).
b. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya.
c. Motivasi Terpendam
Motivasi akan mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Intensitasnya akan berbeda atas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.
d. Prasangka
Prejudice atau prasangka merupakan rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi.
diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:52 0 Komentar
Proses Komunikasi
Bagaimana tekniknya agar komunikasi yang dilancarkan seseorang komunikator berlangsung efektif, dalam prosesnya dapat ditinjau dari dua perspektif :
•Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologis;
Dalam perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan, terjadinya suatu proses komunikasi (isi pesan berupa pikiran dan lambang umumnya bahasa).
Walter Lippman menyebut isi pesan “picture in our head”, sedangkan Walter Hagemann menamakannya “das Bewustseininhalte”. Proses ‘mengemas’ atau ‘membungkus’ pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator, yang dinamakan ‘encoding’. Sedangkan proses dalam diri komunikan disebut ‘decoding’ (seolah-olah membuka kemasan atau bungkus pesan).
•Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis;
Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan” dengan bibir kalau lisan, atau dengan tangan kalau tulisan.
Penangkapan pesan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya. Adakalanya komunikasi tersebar dalam jumlah relatif banyak, sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana, dalam situasi ini dinamakan komunikasi massa.

Komunikasi..Pengertian dan Hakikatnya
Dewasa ini Ilmu Komunikasi dianggap sangat penting, Mengapa…???
•Sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi….
Karena Apa…?
Dengan Alasan, bahwa :
•Ilmu Komunikasi, apabila diaplikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik antarpribadi, antarkelompok, antarsuku, antarbangsa, dan antarras, membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi.
•Pentingnya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibat komunikasi (akibat perbedaan-perbedaan diantara manusia yang banyak dalam pikirannya, perasaannya, kebutuhannya, keinginannya, sifatnya, tabiatnya, pandangan hidupnya, kepercayaannya, aspirasinya, dsb.
Hakikat Komunikasi, adalah :
•Proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Tegasnya;
•Komunikasi berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek:
–Pertama, Isi Pesan (the content of the massage);
–Kedua, Lambang (symbol);
–Konkritnya Isi Pesan itu adalah Pikiran atau Perasaan, Lambang adalah Bahasa.
Semakin peliknya antar manusia dan semakin pentingnya studi terhadap komunikasi, disebabkan Teknologi (khususnya teknologi komunikasi yang semakin canggih).
Mengapa harus serius untuk dipelajari, Karena;
•Jika seseorang ‘Salah Komunikasinya’ (miscommunication), maka orang yang dijadikan sasaran mengalami;
•‘Salah Persepsi’ (misperception), yang gilirannya;
•‘Salah Interpretasi’ (misinterpretation), berikutnya;
•‘Salah Pengertian’ (misunderstanding). Dalam hal tertentu menimbulkan;
•‘Salah Perilaku (misbehavior), dapat dibayangkan apabila komunikasinya berlangsung skala nasional atau internasional, bisa fatal.
Apa sebenarnya Komunikasi itu ?
• Secara etimologis dari perkataan latin “communicatio”, istilah ini bersumber dari perkataan “communis” artinya ‘sama’, maksudnya ‘sama makna atau sama arti’. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
• Jika terjadi kesamaan makna antar kedua aktor komunikasi, maka komunikasi tidak terjadi, rumusan lain ‘situasi tidak komunikatif’.

Hakikat Filsafat Komunikasi
FILSAFAT KOMUNIKASI adalah “SUATU DISIPLIN YANG MENELAAH PEMAHAMAN SECARA FUNDAMENTAL, METODOLOGIS, SISTEMATIS, ANALITIS KRITIS, DAN HOLISTIS TEORI DARI PROSES KOMUNIKASI YANG MELIPUTI SEGALA DIMENSI”, Menurut :
• Bidangnya;
• Sifatnya;
• Tatanannya;
• Tujuannya;
• Fungsinya;
• Tekniknya; dan
• Metodenya

Tujuan Komunikasi :
a. Mengubah Sikap (to change the attitude)
b. Mengubah Opinin (to change the opinion)
c. Mengubah Perilaku (to change the behavior)
d. Mengubah Masyarakat (to change the society)
Fungsi Komunikasi :
a. Menginformasikan (to inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertain)
d. Mempengaruhi (to influence)
Teknik Komunikasi :
a. Komunikasi Informatif
b. Komunikasi Persuasif
c. Komunikasi Pervasif
d.Komunikasi Koersif
e. Komunikasi Instruktif
Etika, Nilai dan Norma
Dua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma :
Pertama, Etika Deskriptif;
Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.
Kedua, Etika Normatif;
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan apa tindakan yang seharusnya diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Etika Normatif berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Ia menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Bedanya dari kedua macam etika :
Etika Deskriptif memberi fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
Sedangkan Etika Normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Jadi dapat dikatakan bahwa etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini.
• Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang mau kita lakukan dalam situasi tertentu dalam hidup kita sehari-hari.
• Etika membantu kita untuk membuat pilihan, pilihan nilai yang terjelma dalam sikap dan perilaku kita yang sangat mewarnai dan menentukan makna kehidupan kita.
diposkan oleh Herry Erlangga pada 19:39 3 Komentar
Pengantar dan Pengertian Etika
Teori-teori Etika yang akan dibahas dapat menentukan sikap setiap pelaku komunikasi dalam mengambil tindakannya. Diharapkan dengan memahami beberapa teori etika ini setiap pelaku komunikasi bisa mengambil sikapnya sendiri berdasarkan teori-teori etika, dan sebaliknya kita pun bisa memahami mengapa seseorang bertindak
begitu atau begini.
Pengertian Etika :

• ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan.
• Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :
• Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk :Petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
• Berbeda dengan moralitas, etika perlu dipahami sebagai sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
• Nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau kelompok orang dan karena itu orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk mencapainya karena pencapaiannya sangat memberi makna kepada diri serta seluruh hidupnya. Norma adalah aturan atau kaidah dan perilaku dan tindakan manusia.
• Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
• Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok
Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Magnis Suseno, Etika adalah sebuah ilmun dan bukan sebuah ajaran.Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru melakukan refleksi kritis atau norma atau ajaran moral tertentu. Atau kita bisa juga mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai itu.Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya, moralitas langsung mengatakan kepada kita :
“Inilah caranya Anda harus melangkah”,
Sedangkan etika justru mempersoalkan:
“Apakah saya harus melangkah dengan cara itu” ?
Etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu. Karena Etika adalah refleksi kritis terhadap moralitas, maka etika tidak bermaksud untuk membuat orang bertindak sesuai dengan moralitas begitu saja.
Etika memang pada akhirnya menghimbau orang untuk bertindak sesuai dengan moralitas, tetapi bukan karena tindakan itu diperintahkan oleh moralitas (nenek moyang, orang tua, guru), melainkan karena ia sendiri tahu bahwa hal itu memang baik baginya. Sadar secara kritis dan rasional bahwa ia memang sudah sepantasnya bertindak seperti itu.Etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan heteronom.Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu atau begini.

________________________________________
REVIEW KOMUNIKASI MASSA: SUATU PENGANTAR (EDISI REVISI)
Penulis: Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si Dra. Lukiati Komala, M.Si Dra. Siti Karlinah, M.Si Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Cetakan pertama edisi revisi: September 2007
Harga: Rp. 50.000,-
Tebal: i-xxi & 282 Halaman
Dewasa ini semakin banyak surat kabar dan majalah yang terbit di negeri kita, baik yang berskala regional maupun nasional, yang bersifat umum hingga yang memiliki segementasi tersendiri. Begitu pula dengan siaran radio dan televisi. Ketika seseorang mendengarkan siaran radio, menonton tv atau membaca Koran dan majalah, sebenarnya ia sedang diterpa atau menerpakan diri dengan media massa, di mana pesan media itu secara langsung atau tidak langsung tengah mempengaruhinya.

Sebagai contoh seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri, ia menyetir mobil menuju kampusnya yang jauhnya 18 km sambil mendengarkan siaran radio, begitu tiba di perempatan lampu merah, ia membeli Koran, di kampus ia menghabiskan setengah jam untuk menyimak Koran. Ia tiba di rumahnya dan online di internet selama dua jam, belum lagi jika ia menonton tv selama dua jam kemudian sebelum ia tidur ia selalu menyempatkan membaca buku.
Peranan atau terpaan komunikasi massa terhadap mahasiswi itu sangat besar, sadar atau tidak hidupnya sudah dikendalikan media massa.

Mahasiswi tersebut merupakan sample dari populasi yang demikian luasnya yang mengalami hal sama. Tidak mengherankan jika Gamble dan Gamble (2001) menyebutkan bahwa paling tidak setiap orang menghabiskan sekitar tujuh jam untuk mengonsumsi media massa.

Mendapati kenyataan menarik mengenai pengaruh media massa ini, buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar hadir, mencoba menjabarkan pengantar-pengantar ringan mengenai komunikasi massa. Mulai dari pengertian, karakteristik, peranan, fungsi, proses, komponen, efek, model, hambatan, sistem, riset, etika komunikasi massa dan literasi media.

Buku bersampul hijau dan putih ini merupakan revisi dari edisi sebelumnya (2004) yang telah mengalami cetak ulang tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun. Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar mendapat sambutan luar biasa dari berbagai pihak, baik dari mahasiswa, dosen, praktisi komunikasi, maupun masyarakat umum.

Satu bab tambahan dari edisi sebelumnya adalah Bab 10 yang membahas tentang literasi media. Selain itu, seorang penulis yang awalnya merupakan narasumber, Dra. Siti Karlinah, M.Si, kini turut berpartisipasi menyusun dan menambahkan materi pada edisi revisi buku ini.
Singkatnya buku ini terdiri dari sepuluh bab. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan pengertian komunikasi massa, karakteristik komunikasi massa, peranan komunikasi massa, fungsi dan bagaimana orang menggunakan media massa.

Bab I Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar berisi pembahasan dengan memaparkan beberapa fenomena menarik mengenai pengaruh dan terpaan media massa kemudian beralih pada pengertian komunikasi massa itu sendiri, pengertian yang diberikan komprehensif karena mencakup beberapa teori komunikasi massa, mulai dari Bittner, Gerbner, Maletzke, Wright hingga Joseph A. DeVito.

Melalui berbagai pengertian dari para ahli tadi, penulis buku ini kemudian menyebutkan delapan karakteristik komunikasi massa: 1) Komunikator terlembagakan 2) Pesan Bersifat Umum 3) Komunikannya anonym dan heterogen 4) Media massa menimbulkan keserempakan 5) Komunikasi Mengutamakan isi ketimbang hubungan 6) Komunikasi Massa bersifat satu arah 7) Stimulasi alat indra terbatas 8) Umpan balik tertunda dan tidak langsung.

Peranan komunikasi massa dalam kehidupan kita sangat luar biasa, salah satu operasional sederhananya adalah kita mengetahui di mana supermarket yang menyediakan barang kebutuhan kita karena adanya iklan pada komunikasi massa. Melalui komunikasi massa kita menjadi tahu berbagai macam informasi. Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar memberikan sebuah pandangan dari Gamble dan Gamble (2001) bahwa sejak lahir sampai meninggal, semua bentuk komunikasi memainkan peranan dan menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan manusia. Apapun pekerjaan, kegiatan atau waktu luang seseorang, komunikasi merupakan salah satu factor yang memiliki peranan dalam kehidupan mereka. Lebih jauh lagi, Bab I menyajikan berbagai fungsi media massa yang dikemukakan oleh beberapa pakar ilmu komunikasi massa dan pembahasan mengenai bagaimana orang menggunakan media massa.
Bab II berisi pengertian proses komunikasi massa, yang umumnya (seperti yang dikemukakan Schramm) memerlukan tiga komponen yaitu source, message dan destination atau komunikator, pesan dan komunikan. Dengan kata lain tanpa salah satu ketiga komponen maka tidak akan terjadi proses komunikasi. Oleh karena itu komponen-komponen utama mutlak ada pada proses komunikasi, dalam kontekstual apapun, termasuk konteks komunikasi massa. Teori ini mengantar kita pada komponen-komponen yang terdapat dalam komunikasi massa oleh Hiebert, Ungurait dan Bohn (1975) yaitu: communicators, codes and content, gatekeepers, the media, regulator, filters, audiences dan feedback. Dalam Bab II juga dijelaskan mengenai efek komunikasi massa baik itu efek kehadiran media massa sebagai benda fisik (Koran, televisi, dll) maupun sebagai pesan (Steven M. Chaffee).

Bab III mencakup teori dan model komunikasi massa. Bab ini sangat diperkaya oleh berbagai teori dan model komunikasi massa. Mulai dari teori Jarum Hipodermik yang merupakan awal efek komunikasi massa pada tahun 1970-an, teori Komunikasi Banyak Tahap, Teori Proses Selektif, Teori Pembelajaran Sosial, Teori Difusi Inovasi, dan Teori Kultivasi. Begitu pula dengan model-model komunikasi massa. Sebagaimana yang Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D ungkapkan dalam bukunya Ilmu Komunikasi (2007:131) bahwa untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita perlu menggunakan model-model komunikasi. Maka buku ini memberikan berbagai model yang dikenal dalam komunikasi massa, beberapa di antaranya adalah model Shannon dan Weaver, Harold D. Lasswell dan HUB (Hiebert, Ungurait, dan Bohn) yang terkenal.

Bab IV melengkapi buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar dengan menyatakan bahwa setiap kegiatan komunikasi, pasti akan menghadapi berbagai hambatan. Hambatan yang tentunya akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Dalam Bab IV dirumuskan hambatan komunikasi massa ada tiga: 1) Hambatan Psikologis yang berupa kepentingan, prasangka, stereotip, dan motivasi 2) Hambatan Sosiokultural yang antara lain aneka etnik, perbedaan norma sosial, komunikan yang kurang mampu berbahasa Indonesia, factor semantic, pendidikan yang belum merata, serta hambatan mekanis 3) Hambatan Interaksi Verbal yaitu hambatan polarisasi, orientasi intensional, evaluasi statis dan indiskriminasi.

Bab V menyebutkan bentuk-bentuk media massa, sejarah, fungsi, karakteristik serta fenomenanya: surat kabar, majalah, radio siaran, televisi, film dan computer serta internet.

Bab VI lebih jauh lagi memaparkan mengenai media dan sistem pemerintahan, pola hubungan media massa dan pemerintahan. Pola hubungan media massa dan pemerintahan di suatu Negara erat kaitannya dengan sistem dan struktur politik yang berlaku di Negara di mana kedua lembaga tersebut berada. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah media massa mencerminkan falsafah politik Negara yang bersangkutan. Dalam hal ini pers. Pers menggambarkan sebuah Negara dapat dilihat melalui teori pers (Siebert dkk.): Teori Otoriter, Teori Liberal, Teori Tanggung Jawab Sosial, Teori Soviet Totalitarian. Semantara sistem pers di Indonesia tidak dapat dikategorikan pada salah satu teori yang dikemukakan Siebert dan kawan-kawan. Sistem pers di Indonesia memiliki kekhasan karena ideology dan falsafah Negara Indonesia yang khas pula.

Bab VII berisi pembahasan tentang riset komunikasi massa yaitu upaya mencari data tentang khalayak yang dapat diinterpretasikan menjadi informasi yang dibutuhkan. Data yang dicari melalui riset khalayak dikelompokkan ke dalam: 1) audience profile atau profil khalayak 2) media exposure atau terpaan media 3) audience rating atau peringkat khalayak dan 4) efek komunikasi bermedia (Sari. 1993:28). Riset khalayak ini berperan dalam memberikan ciri ilmiah dan mengembangkan suatu sistem pengetahuan, serta dapat pula memberikan informasi kepada stasiun penyiaran tentang profil khalayak dan kebutuhannya.

Bab VIII berisi pembahasan mengenai Public Relations dan mitranya media massa atau pers yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, keduanya saling membutuhkan dan membentuk sinergi positif.

Bab IX mengemukakan etika komunikasi massa. Sobur (2001) menyebutkan etika pers atau etika komunikasi massa adalah filsafat moral yang berkenaan kewajiban-kewajiban pers tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan etika seperti yang dikemukakan Shoemaker dan Reese, dalam Nurudin (2003), yaitu: 1) Tanggung Jawab 2) Kebebasan Pers 3) Masalah Etis 4) Ketepatan dan Objektivitas 5) Tindakan Adil untuk Semua Orang.

Bab X berbicara mengenai media literacy atau literasi media. Literasi Media adalah keahlian yang diambil begitu saja. Keahlian yang dapat dikembangkan melalui literasi media adlah berpikir bagaimana pentingnya media massa dalam menciptakan dan mengendalikan budaya yang membatasi kita dan hidup kita. Defenisi dari literasi menurut beberapa pakar adalah kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara atau huruf. Budaya melek huruf menimbulkan efektifitas dan efesiensi penggunaan simbol-simbol tulisan. Orang-orang dapat mengakumulasi sebuah body of knowledge (bangunan pengetahuan) yang lebih permanen dan menyampaikan pengetahuan tersebut dari satu generasi ke generasi lainnya. Budaya melek huruf ini tidak lepas dari revolusi Gutenberg (revolusi penemuan mesin cetak oleh Gutenberg) pada 1946 dan teknologi komunikasi modern.

Literasi media adalah kepedulian masyarakat terhadap dampak negatif dari media massa yang bertujuan mengajak khalayak dan pengguna media untuk menganalisis pesan yang disampaikan media massa.

Setiap pembahasan dalam buku ini selalu dilengkapi penjelasan-penjelasan yang mudah dipahami serta contoh operasional yang dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga kalangan manapun akan mudah mencernanya. Serta dalam rangka menyempurnakan bukunya, penulis buku melampirkan Undang-Undang tentang Penyiaran, Undang-Undang tentang Pers.

PENGANTAR KOMUNIKASI

1
PENGANTAR KOMUNIKASI [OVERVIEW]
Oleh Ido Priyono Hadi
Materi kuliah Program Studi Manajemen Perhotelan UK Petra 2000/2001
Pengertian : ! Communication ! Communicatio [bhs Latin]. Bersumber juga dari kata
Communis = Sama [sama makna]
KOMUNIKASI AKAN BERLANGSUNG APABILA ADA KESAMAAN MAKNA. Kesamaan
Bahasa belum tentu menimbulkan kesamaan makna.
Komunikasi dikatakan komunikatif apabila keduabelah pihak selain mengerti bahasa yang
dipergunakan, juga mengerti MAKNA dari bahan yang dipercakapkan
• KEGIATAN KOMUNIKASI TDK HANYA INFORMATIF [agar pihak lain MENGERTI
danTAHU]
tetapi
• PERSUASIF [agar pihak lain bersedia menerima suatu PAHAM atau KEYAKINAN,
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan]
CARL I. HOVLAND [Ilmu Komunikasi]
Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian
serta pembentukan pendapat dan sikap.
Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum [public opinion] dan sikap publik [public attitude]
Definisi khusus : komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain
[communication is the process to modify the behavior of other individuals]
HAROL D. LASWELL solusi terbaik dalam menjawab pertanyaan
WHO SAYS WHAT IN WHICH CHANNEL TO WHOM WITH WHAT EFFECT?
Kemudian dikenal dengan formula 5 W + 1 H
Paradigma tsb menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari
pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
• Komunikator = who [communicator, source, sender]
• Pesan = says what [message]
• Media = in which channel [channel, media]
• Komunikan = to whom [communicant, communicatee, reciever, recipient]
• Efek [effect, impact, influence]
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.2
PROSES KOMUNIKASI
Ada dua tahap : Primer dan Sekunder
A. Proses Komunikasi secara primer
Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang [symbol] sebagai media*.
* bahasa, kial [gesture], isyarat, gambar, warna, dsb.
Paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menerjemahkan*
pikiran sesorang kpd orang lain. * idea, informasi atau opini.
Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :
• Denotatif, arti sebagaimana tercantum dalam kamus [dictionary meaning]
• Konotatif, arti emosional atau mengandung penilaian tertentu/ kiasan
[emotional or evaluate meaning]
BAHASA MEMEGANG PERANAN PENTING DALAM PROSES KOMUNIKASI.
Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya communication research in the
USA = komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator
sesuai dengan kerangka acuan [frame of reference] ! paduan pengalaman dan
pengertian [collection of experiences and meanings] yang pernah diperoleh
komunikan.
B. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
alat atau sarana* sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
* dipakai karena relatif jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax,
koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet, dsb.
* perkembangan masyarakat beserta peradaban dan kebudayaan ! mediated
communication [komunikasi bermedia/koran/radio/tv/internet, dll jangkauan
luas/efektif efisien untuk pesan-pesan yg bersifat informatif]
Berdasarkan uraian di atas dapat di susun suatu ikhtisar mengenai lingkup ilmu komunikasi.
1. Komponen Komunikasi
♦ Komunikator [communicator]
♦ Pesan [message]
♦ Media [media]
♦ Komunikan [communicant]
♦ Efek [efect]
2. Proses Komunikasi
♦ Proses secara primer
♦ Proses secara sekunder
3. Bentuk Komunikasi3
" Komunikasi Persona [Personal Communication]
♦ Komunikasi intrapersona [intrapersonal communication]
♦ Komunikasi antarpersona [interpersonal communication]
" Komunikasi Kelompok [Group Communication]
♦ Komunikasi kelompok kecil [small group communication] Ceramah [lecture],
diskusi panel [panel discussion], simposium [symposium], forum, seminar,
curah saran [brain storming], komunikasi antara manager dengan
sekelompok karyawan,
♦ Komunikasi kelompok besar [large group communication] Public speaking,
Rhetorika
" Komunikasi Massa [Mass Communications]
♦ Pers cetak [koran, majalah, tabloid]
♦ Pers elektronik [radio, tv, film]
♦ Pers digital [internet : www.detik.com, www.koridor.com, www.berpolitik.com,
www.kompas.com, www.jawapos.com, ! news portal
" Komunikasi medio [Medio communication]
♦ Surat, telepon, e-mail, pamflet, poster, brosur, spanduk, dll.
4. Sifat komunikasi
♦ Tatap muka [face to face]
♦ Bermedia [mediated]
♦ Verbal [verbal]
- Lisan [oral]
- Tulisan/ cetak [written/ printed]
♦ Nonverbal [non-verbal]
- kial/ isyarat badaniah [gestural]
- bergambar [pictorial] , facial expressions, spatial relationship
5. Metode Komunikasi
♦ Jurnalistik [journalism]
- cetak [printed journalism]
- elektronik [electronic journalism]
- Digital [digital journalism]
♦ Humas [public relation]
♦ Periklanan [advertising]
♦ Pameran [exhibition/ exposition]
♦ Publisitas [publicity]
♦ Propaganda
♦ Perang urat saraf [psychological warfare]
♦ Penerangan [information]
6. Teknik Komunikasi
♦ Komunikasi informatif [informative communication]
♦ Komunikasi persuasif [persuasive communication]
♦ Komunikasi instruktif/ koersif [instructive/ coersive communication]
♦ Hubungan manusiawi [human relation]
7. Tujuan Komunikasi
♦ Perubahan sikap [attitude change]
♦ Perubahan pendapat [opinion change]
♦ Perubahan perilaku [behaviour change]
♦ Perubahan sosial [social change]4
8. Fungsi Komunikasi
♦ Menyampaikan informasi/penyebaran[to inform]
♦ Mendidik [to educate]
♦ Menghibur [to entertain]
♦ Mempengaruhi [to influence]
9. Model Komunikasi
♦ Komunikasi satu tahap [one step flow communication]
♦ Komunikasi dua tahap [two step flow communication]
♦ Komunikasi multitahap [multi step flow communication]
10. Bidang Komunikasi
♦ Komunikasi sosial [social communication]
♦ Komunikasi manajemen/ organisasional [management/ organizational
communication]
♦ Komunikasi perusahaan/bidang usaha
[business communication]
♦ Komunikasi politik [political communication]
♦ Komunikasi internasional [international communication]
♦ Komunikasi antarbudaya [intercultural communication]
♦ Komunikasi pembangunan [development communication]
♦ Komunikasi lingkungan [environmental communication]
♦ Komunikasi tradisional [traditional communication], dst
Referensi :
1) Uchjana Effendi, Onong., Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung 1992

PENGANTAR KOMUNIKASI

1
PENGANTAR KOMUNIKASI [OVERVIEW]
Oleh Ido Priyono Hadi
Materi kuliah Program Studi Manajemen Perhotelan UK Petra 2000/2001
Pengertian : ! Communication ! Communicatio [bhs Latin]. Bersumber juga dari kata
Communis = Sama [sama makna]
KOMUNIKASI AKAN BERLANGSUNG APABILA ADA KESAMAAN MAKNA. Kesamaan
Bahasa belum tentu menimbulkan kesamaan makna.
Komunikasi dikatakan komunikatif apabila keduabelah pihak selain mengerti bahasa yang
dipergunakan, juga mengerti MAKNA dari bahan yang dipercakapkan
• KEGIATAN KOMUNIKASI TDK HANYA INFORMATIF [agar pihak lain MENGERTI
danTAHU]
tetapi
• PERSUASIF [agar pihak lain bersedia menerima suatu PAHAM atau KEYAKINAN,
melakukan suatu perbuatan atau kegiatan]
CARL I. HOVLAND [Ilmu Komunikasi]
Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian
serta pembentukan pendapat dan sikap.
Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum [public opinion] dan sikap publik [public attitude]
Definisi khusus : komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain
[communication is the process to modify the behavior of other individuals]
HAROL D. LASWELL solusi terbaik dalam menjawab pertanyaan
WHO SAYS WHAT IN WHICH CHANNEL TO WHOM WITH WHAT EFFECT?
Kemudian dikenal dengan formula 5 W + 1 H
Paradigma tsb menunjukkan bahwa komunikasi meliputi 5 unsur sebagai jawaban dari
pertanyaan yang diajukan itu, yakni :
• Komunikator = who [communicator, source, sender]
• Pesan = says what [message]
• Media = in which channel [channel, media]
• Komunikan = to whom [communicant, communicatee, reciever, recipient]
• Efek [effect, impact, influence]
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.2
PROSES KOMUNIKASI
Ada dua tahap : Primer dan Sekunder
A. Proses Komunikasi secara primer
Proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang [symbol] sebagai media*.
* bahasa, kial [gesture], isyarat, gambar, warna, dsb.
Paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menerjemahkan*
pikiran sesorang kpd orang lain. * idea, informasi atau opini.
Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :
• Denotatif, arti sebagaimana tercantum dalam kamus [dictionary meaning]
• Konotatif, arti emosional atau mengandung penilaian tertentu/ kiasan
[emotional or evaluate meaning]
BAHASA MEMEGANG PERANAN PENTING DALAM PROSES KOMUNIKASI.
Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya communication research in the
USA = komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator
sesuai dengan kerangka acuan [frame of reference] ! paduan pengalaman dan
pengertian [collection of experiences and meanings] yang pernah diperoleh
komunikan.
B. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
alat atau sarana* sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
* dipakai karena relatif jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax,
koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet, dsb.
* perkembangan masyarakat beserta peradaban dan kebudayaan ! mediated
communication [komunikasi bermedia/koran/radio/tv/internet, dll jangkauan
luas/efektif efisien untuk pesan-pesan yg bersifat informatif]
Berdasarkan uraian di atas dapat di susun suatu ikhtisar mengenai lingkup ilmu komunikasi.
1. Komponen Komunikasi
♦ Komunikator [communicator]
♦ Pesan [message]
♦ Media [media]
♦ Komunikan [communicant]
♦ Efek [efect]
2. Proses Komunikasi
♦ Proses secara primer
♦ Proses secara sekunder
3. Bentuk Komunikasi3
" Komunikasi Persona [Personal Communication]
♦ Komunikasi intrapersona [intrapersonal communication]
♦ Komunikasi antarpersona [interpersonal communication]
" Komunikasi Kelompok [Group Communication]
♦ Komunikasi kelompok kecil [small group communication] Ceramah [lecture],
diskusi panel [panel discussion], simposium [symposium], forum, seminar,
curah saran [brain storming], komunikasi antara manager dengan
sekelompok karyawan,
♦ Komunikasi kelompok besar [large group communication] Public speaking,
Rhetorika
" Komunikasi Massa [Mass Communications]
♦ Pers cetak [koran, majalah, tabloid]
♦ Pers elektronik [radio, tv, film]
♦ Pers digital [internet : www.detik.com, www.koridor.com, www.berpolitik.com,
www.kompas.com, www.jawapos.com, ! news portal
" Komunikasi medio [Medio communication]
♦ Surat, telepon, e-mail, pamflet, poster, brosur, spanduk, dll.
4. Sifat komunikasi
♦ Tatap muka [face to face]
♦ Bermedia [mediated]
♦ Verbal [verbal]
- Lisan [oral]
- Tulisan/ cetak [written/ printed]
♦ Nonverbal [non-verbal]
- kial/ isyarat badaniah [gestural]
- bergambar [pictorial] , facial expressions, spatial relationship
5. Metode Komunikasi
♦ Jurnalistik [journalism]
- cetak [printed journalism]
- elektronik [electronic journalism]
- Digital [digital journalism]
♦ Humas [public relation]
♦ Periklanan [advertising]
♦ Pameran [exhibition/ exposition]
♦ Publisitas [publicity]
♦ Propaganda
♦ Perang urat saraf [psychological warfare]
♦ Penerangan [information]
6. Teknik Komunikasi
♦ Komunikasi informatif [informative communication]
♦ Komunikasi persuasif [persuasive communication]
♦ Komunikasi instruktif/ koersif [instructive/ coersive communication]
♦ Hubungan manusiawi [human relation]
7. Tujuan Komunikasi
♦ Perubahan sikap [attitude change]
♦ Perubahan pendapat [opinion change]
♦ Perubahan perilaku [behaviour change]
♦ Perubahan sosial [social change]4
8. Fungsi Komunikasi
♦ Menyampaikan informasi/penyebaran[to inform]
♦ Mendidik [to educate]
♦ Menghibur [to entertain]
♦ Mempengaruhi [to influence]
9. Model Komunikasi
♦ Komunikasi satu tahap [one step flow communication]
♦ Komunikasi dua tahap [two step flow communication]
♦ Komunikasi multitahap [multi step flow communication]
10. Bidang Komunikasi
♦ Komunikasi sosial [social communication]
♦ Komunikasi manajemen/ organisasional [management/ organizational
communication]
♦ Komunikasi perusahaan/bidang usaha
[business communication]
♦ Komunikasi politik [political communication]
♦ Komunikasi internasional [international communication]
♦ Komunikasi antarbudaya [intercultural communication]
♦ Komunikasi pembangunan [development communication]
♦ Komunikasi lingkungan [environmental communication]
♦ Komunikasi tradisional [traditional communication], dst
Referensi :
1) Uchjana Effendi, Onong., Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung 1992